Wartawan itu kemudian menimpali: “Ahok marah dan memaki seperti itu pasti ada sebabnya. Kalau tidak ada sebabnya, mengapa dia harus marah?. Karyawan Provinsi DKI Jakarta itu tidak bisa menjawab.
“Saya tidak peduli jika DPRD akan memakzulkan saya, sebab bagi saya mendengar suara hati nurani lebih penting dari pada mendengar suara DPRD. Bagi saya jabatan bukan segala-galanya.” kata Ahok
Ucapan Ahok yang tanpa basa basi itu beberapa hari belakangan ini kembali berkumandang ke penjuru nusantara Indonesia, mungkin juga dunia setelah ia “bertengkar” dengan DPRD DKI Jakarta gara-gara ia mendapati ada dana siluman Rp 12,1 triliun dalam RAPBD 2015 yang disisipkan oleh para anggota DPRD.
Kita tidak membahas detail hal-hal yang menjadi pertengkarang antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta , karena saya yakin semua saudara pasti sudah tahu masalahnya. Dengan banyaknya media yang memberitakan masalah ini, beruntung bagi kita semua rakyat Indonesia dapat mengetahui sedikit demi sedikit mengenai permasalahan antara “pribadi” (Ahok) melawan “lembaga” (DPRD DKI Jakarta) ini.
Baca Juga : Kesaksian Rohani Kristen Muslim Masuk Kristen "Issa Ahmad Khalid"
Baca Juga : Kesaksian Rohani Kristen Muslim Masuk Kristen "Issa Ahmad Khalid"
Apakah Ahok terlalu lebay? Mencari sensasi? Mencari popularitas melalu pencitraan? Saya rasa tidak, karena semua orang sudah kenal siapa Ahok dan bagaimana karakter Ahok itu.
Lalu mengapa “congor” Ahok lantang mengecam para wakil rakyat? Dalam kasus itu, nurani Ahok yang bermain. Sejak awal, nuraninya mengatakan bahwa proyek Rp 12,1 triliun (yang disisipkan ke APBD) itu memang tidak masuk akal alias akal-akalan menurut Ahok.
“Yang paling jelas sajalah, kamu tahu UPS, kan Rp 4,9 miliar. Harga genset paling gede saja Rp 150 juta. Ini apa-apaan ini? Daripada Rp 12,1 triliun habis buat beli barang-barang gila begitu, lebih baik saya pertaruhkan posisi saya sebagai gubernur. Kita lihat saja siapa yang masuk penjara nanti?,” kata Ahok.
Banyak orang tak habis pikir mengapa Ahok berani berbicara keras kepada siapa pun, termasuk kepada DPRD yang posisinya sejajar? Mengapa dia rela mempertaruhkan jabatannya sebagai gubernur, sehingga dalam berbagai kesempatan, dia selalu mengatakan: “Dicopot jadi gubernur pun saya tidak jadi soal.”
Koran Media Indonesia yang mewawancarainya beberapa hari yang lalu, dia mengatakan: “Saya tidak peduli jika DPRD akan memakzulkan saya, sebab bagi saya mendengar suara hati nurani lebih penting daripada mendengar suara DPRD. Bagi saya jabatan bukan segala-galanya.”
Dalam masalah ini, tampaknya Ahok akan terus mempertahankan prinsipnya, bahwa dia tidak akan berkompromi dengan penyelewengan yang ada disekitarnya. Sikap Teguh ini sepertinya didasari oleh imannya sebagai pengikut Kristus yang harus berani menunjukkan kebenaran meskipun berisiko mati sekalipun.
Baca Juga : Kesaksian Seorang Muslim masuk Kristen : ini Alasannya
Baca Juga : Kesaksian Seorang Muslim masuk Kristen : ini Alasannya
Kita tentu masih ingat, saat dia diwawancara oleh Najwa Sihab dalam acara Mata Najwa di Metro TV beberapa waktu lalu, dia mengungkapkan bahwa dia dan keluarganya siap mati. Iman Kristen menuntunnya untuk berani mengatakan bahwa “mati adalah sebuah keuntungan”.
Ahok merujuk pada ayat di Alkitab di Filipi:21:
“Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.”
Teladan Kristus yang akhirnya mati di salib karena menegakkan kebenaran meskipun sebelumnya menanggung resiko dibenci, dicaci, disiksa dan diadili secara tidak adil oleh orang-orang yang merasa dirinya paling suci dan bersih (kaum farisi dan ahli taurat).
Matius 5:37: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.”
Ayat diatas rupanya sudah menjadi prinsip hidupnya sehingga dia (Ahok) berani lantang berbicara dan tidak sudi berkompromi untuk hal-hal yang menyimpang.
Melalui imannya, Ahok lebih takut kepada Tuhan daripada kepada manusia, sehingga ia tidak mau masuk ke wilayah abu-abu antara “ya” dan “tidak”.
Dilatarbelakangi iman seperti itulah Ahok siap dan rela tidak menjadi gubernur daripada berkompromi dengan kenajisan (korupsi mencuri uang rakyat). “Tidak apa-apa saya dimakzulkan asalkan tidak mencuri uang rakyat. Sebagai gubernur saya harus mengamankan uang rakyat,” katanya.
“Saya tidak peduli jika DPRD akan memakzulkan saya, sebab bagi saya mendengar suara hati nurani lebih penting daripada mendengar suara DPRD. Bagi saya jabatan bukan segala-galanya.”
Kita tidak tahu bagaimana akhir dari perseteruan ini, siapa yang bakal menang, akan mencerminkan hukum yang sebenar-benarnya yang ada di negara kita. Saudara pasti bisa menilai sendiri.
Jika memang akhirnya nanti Ahok harus kalah (dimakzulkan DPRD lewat hak angket) dan dia harus melepaskan jabatannya sebagai gubernur, saya yakin Pak Ahok tetap konsisten dengan imannya dan seperti kata Tuhan Yesus saat disalib: “Ampuni mereka ya Bapa, sebab mereka tidak tahu apa yang dilakukannya.”
Saya harap dia mengucapkan dengan tidak marah, dengan lemah lembut, karena penyebab marah-marahnya sudah tidak menjadi tanggung jawabnya. Saya rasa Pak Ahok telah lulus ujian iman. Dan saya yakin dia akan dikenang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Mari kita renungkan saudara, sang teladan telah bersikap dan memberi contoh yang luar biasa sebagai orang Kristen, sebagai pengikut Kristus sejati, yang telah selesai dengan dirinya sendiri, yang tidak menaruh sayang dan cinta akan jabatannya. Rela berkorban demi orang banyak.
Mungkin kita tidak mempunyai posisi atau jabatan seperti Pak Ahok. Tapi esensi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari kita adalah sama saja. Selalu ada ruang untuk kita mengamalkan ajaran Kristus dan meneladani sikapNya.
Beranikah kita mengatakan YA atas sesuai yang benar dan TIDAK atas sesuatu yang salah tanpa kompromi?
Beranikah kita kehilangan jabatan kita, harta kita atau kehormatan kita demi mewujudkan kebenaran?
Tuhan memberkati saudara. Salam kasih.
Sumber : webcache.googleusercontent.com/
0 comments:
Post a Comment